PROLOG
Perubahan iklim merupakan fakta dan fenomena yang kita rasakan saat ini. Kecenderungannya memprihatinkan bahkan menakutkan. Bagaimana mungkin? Kenaikan suhu 2 O C akan meningkatkan permukaan air laut karena salju di kutub yang mencair dan ini menenggelamkan Negara pulau, air laut juga akan masuk daratan pulau besar maupun benua. Sekitar 30% dataran rendah di Jakarta akan digenangi air laut. Perubahan iklim akan menyebabkan berubahnya pola iklim, hujan yang sangat panjang atau musim kering yang spertinya tidak mau berakhir dan seterusnya. Dan ini akan mempengaruhi produksi pertanian, pola tanam, pola serangan hama penyakit, termasuk juga pola serangan malaria dan seterusnya.
Artinya perubahan iklim akan mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia dan mahluk hidup di atas bumi ini. Oleh karena itu harus ada upaya agar kecenderungan perubahan iklim yang disebabkan banyaknya gas buangan yang ternyata semakin menyesaki atmosfir kita. Gas buangan atau gas rumah kaca (GRK) antara lain yang menyebabkan terjadinya pemanasan global yang mengarah pada perubahan iklim yang menjadikan iklim semakin sulit untuk diprediksi. Dua upaya yang banyak dibicarakan adalah mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim tersebut.
Adaptasi dan Mitigasi
Kyoto Protokol dimana ada kewajiban Negara maju yang masuk dalam Annex 1 untuk menurunkan tingkat konsumsi energinya guna mengurangi emisi karbon yang tinggi dari sector industry, transportasi, dan rumah tangga. Kyoto protocol ini juga memunculkan skim CDM atau Mekanisme Pertembuhan yang Bersih. Dalam skim ini ada mekanisme dimana Negara maju mengalihkan kewajibannya menurunkan emisi karbon dengan melakukan penanaman hutan di negara-negara berkembang untuk mengoffset emisi karbon di negara maju. Mekanisme ini sendiri tidak berjalan memuaskan dah bahkan Kyoto Protokol akan berakhir tahun 2012 yad. Mekanisme tersebut akan digantikan dengan mekanisme REDD yaitu program pengurangan emisi dari upaya mengurangi deforestasi dan degradasi hutan. REDD bahkan REDD Plus, saat ini masih terus dinegosiasikan dalam kerangka UNFCCC.
Adaptasi adalah respon terhadap perubahan iklim yang merupakan upaya bagaimana manusia membiasakan diri dengan perubahan tersebut. Dari sisi individu kita misalnya mengatasi suhu udara yang semakin panas dengan memasang pendingin udara (AC) atau menjadikan lingkungan disekitarnya menjadi lebih teduh atau rimbun dengan menanam pepohonan. Mitigasi, berbeda dengan adaptasi, adalah upaya kita untuk ikut mencegah pemanasan global dengan mengatasi sumber penyebabnya. Misalnya mengurangi emisi dari penggunaan bahan bakar fosil terutama di negara-negara industri. Sementara hutan yang memiliki kemampuan menyerap karbon tentunya juga dapat berperan dalam upaya mengurangi emisi karbon tersebut.
LINGKUNGAN vs EKONOMI
Dari sisi peran hutan dalam perubahan iklim, ternyata untuk mengurangi emisi karbon kita memerlukan strategi yang berbeda dalam mengurus hutan. Tingkat deforestasi dan kerusakan hutan harus diturunkan agar hutan berperan dalam mereduksi emisi karbon tersebut. Skim yang disebut REDD ini tidak serta merta dapat disepakati karena cenderung mendorong agar hutan dibiarkan hutan dan tanpa melakukan kegiatan pemanfaatannya. Skim ini lebih menekankan pada upaya menjaga dan mengamankan hutan saja. Untuk itu perlu diberikan kompensasi akibat tidak dilakukannya pemanfaatan atas sumberdaya hutan tersebut.
Dalam perkembangannya skim REDD tersebut dianggap tidak adil oleh banyak Negara berkembang, mengingat banyak upaya konservasi dan penanaman hutan yang bermanfaat bagi upaya penurunan dan pengurangan emisi karbon, tetapi tidak dimasukan kedalam skim tersebut. Sebagai respon atas pandangan tersebut, kemudian dikembangkanlah skim yang disebut REDD Plus, dimana upaya konservasi dan penanaman hutan juga dihargai sebagai upaya mengatasi perubahan iklim tersebut.
Membiarkan hutan seperti apa adanya kemudian diberikan kompensasi nampaknya seperti sesuatu yang sangat sederhana. Akan tetapi kenyataannya tidak sesederhana yang dibayangkan. Pertama, penetapan kompensasinya bukan hal yang sederhana, karena perlu perhitungan tentang karbon yang dapat diserap. Disini diperlukan metodologi dan baseline data sebagai basis penghitungan karbon. Makin rumit metodologinya makin runyam dan sulit bagi operator untuk mengaplikasikannya, apalagi bila hal tersebut harus dilakukan pada hutan milik, dimana masyarakat pemilik rata-rata mempunyai cara berpikir yang tidak secanggih para ahli yang memang sehari-harinya memikirkan metoda dan teknik tentang skim kompensasi yang tepat untuk kondisi hutan yang sangat beragam tersebut.
Kedua, pihak yang akan mengkompensasinya juga akan menetapkan persyaratan yang seringkali tidak mudah untuk dapat dipenuhi. Apalagi kalau penetapan syarat tersebut dilakukan secara unilateral. Komplikasi tersebut dapat mengaca pada skim CDM sebagai contoh yang sangat rumit, yang bahkan dapat dikatakan gagal. Ada kesan bahwa komitmen untuk memberi bantuan terkesan sangat tidak tulus ketika persyaratan menjadi begitu rumit dan sulit dicapai bahkan hal tersebut dapat dirasakan ketika program baru akan dimulai. Negara yang akan membantu pendanaan, walaupun akhirnya dana juga tidak dikucurkan, tetapi secara politis telah mendapat nama. Sementara Negara yang akan mendapat bantuan malah terkesan negative karena ketidak mampuannya memenuhi komitmen.
Yang terpenting justru pertanyaan apakah skim tersebut tidak menyebabkan terganggunya pembangunan? Tidak dilakukannya pemanfaatan yang secara konvensional telah menggerakan ekonomi dengan segala manfaat gandanya (multiplier effects) akankah dapat tergantikan dengan adanya dana kompensasi tersebut? Bagaimana dana kompensasi tersebut akan mampu menciptakan kegiatan ekonomi yang juga memiliki dampak ganda, masih merupakan tanda tanya besar. Oleh karena itulah langkah pemerintah dengan mendorong pendekatan incremental melalui proyek percontohan atau Demonstration Activities (DA) menjadi sangat penting dan strategis. Melalui DA tersebut dapat dipelajari banyak hal termasuk bagaimana mendistribusikan manfaat pada semua pemangku kepentingan, baik pada pemerintah pusat dan daerah maupun pada masyarakat yang langsung terkena dampak.
TANGGUNG JAWAB INTERNASIONAL
Upaya mengatasi perubahan iklim tentunya merupakan tanggung jawab semua negara di dunia bukan hanya tanggung jawab negara berkembang saja atau negara maju saja, tapi semua Negara memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing. Istilahnya adalah equal but different responsibility.
Hanya saja fenomena yang menggejala dengan akan berakhirnya era Protokol Kyoto, dimana upaya negara maju yang termasuk dalam Annex 1 yang memiliki kewajiban menurunkan tingkat konsumsi energinya menjadi semakin tidak terdengar, sementara peran negara negara berkembang yang sebenarnya bersifat sukarela yaitu melalui skim REDD dan REDD Plus nampaknya semakin mengemuka. Bahkan seakan-akan upaya mengatasi perubahan iklim ditimpakan sepenuhnya pada negera-negara berkembang melalui konvensi-konvensi yang diinisiatifi oleh badan-badan dibawah PBB.
Padahal upaya mengatasi perubahan iklim tersebut merupakan kerjabersama (collective action) seluruh bangsa di dunia ini. Oleh karena itu kewajiban dari negara Annex 1 harus juga dipenuhi, demikian pula kewajiban negera berkembang perlu juga dipenuhi. Negara-negara berkembang pada umumnya menghadapi masalah pendanaan, oleh karena itu perlulah ada semacam dana untuk melaksanakan REDD Plus. Masalah pendanaan untuk kegiatan REDD Plus sampai saat ini masih terus dibahas, dan diharapkan kelak pada waktu yang tidak terlalu lama dapat ditemukan mekanisme pendanaan yang akuntabel dan efektif serta efisien.
Pertumbuhan Ekonomi (economic growth)
Sejarah panjang negara maju menjukkan pada bahwa mereka memulai pembangunan ekomominya dengan memanfaatkan sumberdaya alamnya, baikhutan maupun kekayaan mineralnya. Membuka hutan untuk pertanian, menggali tambang untuk menggerakan industri mereka dan meninggalkan kerusakan lingkungan dan hilangnya hutan mereka secara signifikan. Barulah setelah mereka menjadi kaya, terjadi akumluasi kekayaan (wealth accumulation) mereka memikirkan bagaimana memperbaiki lingkungan. Barulah setelah itu kesadaran muncul mengenai perlunya lingkungan yang baik, termasuk perlunya hutan yang terpelihara dengan baik dan semakin banyaknya pembangunan hutan-hutan di daerah perkotaan. Sementara lahan di daerah perdesaannya, yang semula terbiarkan kemudian menjadi hutan-hutan baru.
Secara alamiah sebenarnya negara-negara berkembang pada dasarnya mengikuti tahapan tersebut, namun hal itu terjadi justru ketika kesadaran lingkungan di Negara-negara maju sudah sedemikian tinggi, sehingga praktek di negara-negara berkembang yang notabene meniru pola Negara maju, dianggap salah. Karena dianggap bukan cara yang baik didalam memanfaatkan sumberdaya alam yang mereka miliki. Bahkan pandangan tersebut jelas terlefeksikan secara baik dalam skim REDD. Apa yang dilakukan negara berkembang adalah tindakan yang normal pada waktu yang salah. Pertanyaannya bolehkah negara-negara berkembang membangun dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada untuk mengejar ketertinggalan dari Negara maju? Hak untuk membangun bagi mensejahterakan rakyatnya adalah masalah hak manusia (human right) pada tingkat negara atau nasional.
Suatu Negara tentu dibangun untuk tujuan mensejahterakan kehidupan masyarakatnya. Untuk itu pemerintah yang mendapat mandat untuk menyelenggarakan pemerintahan sudahbarang tentu akan melakukan berbagai usaha untuk member kehidupan yang layak bagi rakyatnya, cukup sandang, pangan, tempat tinggal yang baik, pekerjaan yang layak, pendidikan, layanan kesehatan dan seterusnya. Pemerintahan yang efektif tentu pula memerlukan kelembagaan yang meliputi organisasi, peraturan dan perangkat hukum baik kebijakan, aturan operasional dan pengawasan serta penegakan hukum agar segala sesuatunya dapat berjalan secara sistematis, teratur dan disiplin.
Salah satu caranya adalah memanfaatkan sumberdaya yang ada terutama sumberdaya alamnya dengan kemampuan sumberdaya manusia yang ada. Sumberdaya alam seperti hutan, tambang merupakan salah satu modal yang biasanya digunakan untuk menggerakan roda pembangunan yang diperlukan. Ekses atau dampak negative selalu ada baik berupa rusaknya lingkungan, pencemaran udara dan air yang menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dengan demikian memang diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dimana kebutuhan ekonomi, sosial dan lingkungan dapat terwujud secara berdampingan tanpa saling mendominasi satu dengan lainnya. Pengelolaan hutan secara lestari, penambangan yang ramah lingkungan, pembangunan pertanian yang memperhatikan aspek lingkungan seperti konservasi tanah yang baik adalah keharusan.
Banyaknya praktek pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak lestari yang banyak terjadi berakibat pada rusaknya lingkungan, tercemarnnya sumber air, hilangnya keragaman hayati, pencemaran udara dan seterusnya turut membentuk sikap yang anti pembangunan walaupun merekapun mencita-citakan kehidupan yang lebih baik, tingkat kesejahteraan yang kira-kira menyamai mereka yang hidup di negara maju.
Tingginya tingkat deforestasi dibanyak negara berkembang sangat mengkhawatirkan karena akan berdampak pada hilangnya stok karbon pada hutan tersebut dan hilangnya kemampuan menyerap karbon di atmosfir. Sementara kebutuhan untuk membangun areal pertanian baru seperti pencetakan sawah baru, perluasan kebun kelapa sawit, kelapa, kopi dan karet, membangun daerah industri, membangun hutan tanaman adalah sesuatu yang wajar untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk yang notabene akan meningkatkan permintaan pangan, kayu untuk perumahan, kertas, barang-barang manufakturing dan berbagai sarana dan prasarana termasuk kebutuhan energi bagi kehidupan yang lebih baik.
Banyak contoh adanya suku atau kelompok masyarakat yang mampu hidup berharmoni dengan alam dan mempraktekan hidup sederhanan, seperti masayarakat Badui di Banten, suku Anak Dalam di Jambi. Mereka menerapkan kearifan lokal (local wisdom) dan mampu bertahan hidup dari waktu ke waktu dari satuke generasi berikutnya. Kelompok masyarakat atau suku-suku tersebut melakukan pemanfaatan sumberdaya alam tersebut pada level subsisten, secukupnya dan cenderung tidak ekstraktif (non-extractive use). Pada tingkat nasional, adalah Negara Bhutan yang telah mengintroduksi konsep Gross National Happines (GNH) sebagai substitusi dan komplemen terhadap konsep Gross National Products (GNP). Konsep GHN tersebut lebih memperhitungkan hal yang bersifat kualitatif seperti perasaan bahagia (happiness) yang pada umumnya lebih merupakan konsep masayarakat timur.
Apakah kehidupan seperti mereka yang harus diikuti sehingga permintaan yang banyak ragamnya menjadi berkurang dan tekanan terhadap alam menjadi berkurang pula? Cara hidup suku atau kelompok masyarakat tersebut sepertinya bukan standar hidup atau kehidupan yang dibayangkan atau yang dicita-citakan banyak orang Indonesia ataupun oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
EPILOGUE: Lalu apa?
Dari uraian tersebut nampak banyak hal yang terpengaruh oleh perubahan iklim, banyak pula yang harus dilakukan di dunia yang penuh dengan kesenjangan baik antar negara (country gap) maupun kesenjangan antar individu (individual gap) dalam pelbagai aspek. Beberapa langkah yang harus diambil adalah:
1. Adaptasi dan mitigasi merupakan dua hal yang harus berjalan bersama, demikian juga negara maju dan negara berkembang masing-masing harus melakukan kewajibannya tidak menimpakan beban yang berat pada satu pihak, khususnya pada negara berkembang.
2. Harus ada transfer dana dari Negara maju ke Negara berkembang untuk melaksanakan REDD Plus mengingat keterbatasan sumberdaya domestiknya.
3. Penyiapan sumberdaya manusia dan kelembagaan yang mampu menghadapi perubahan iklim dengan melakukan baik adaptasi maupun mitigasi pada semua tingkatan baik, internasional, nasional maupun sub-nasional.
4. Perlu dikembangkan aksi bersama (collective action) baik pada tingkat global, nasional maupun pada tingkat sub-nasional. Tidak mungkin satu Negara saja atau satu sector saja memecahkan masalah yang sarat barang publiknya.
5. Perlu ada keseimbangan konsumsi energi dan level pembangunan yang harus dicapai oleh semua Negara. Perlu dikembangkan arah pertumbuhan ekonomi baru (a new economic growth path) dengan memanfaatkan kearifan dalam berharmoni dengan alam yang disesuaikan dengan kondisi dan target riil masa kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar