Tawuran antar warga, tawuran antar kampung, tawuran mahasiswa, tawuran anak sekolah bahkan anak SD pun suka tawuran. Tindak kekerasan bersama ini ada dan bisa terjadi dimana saja di seluruh pelosok negeri baik di kampung maupun di kota-kota besar seperti ibukota dan bisa terjadi kapan saja. seringkali tanpa alasan yang jelas semata-mata mata alasan emosional yang mungkin merupakan pengalihan dari kondisi lain yang membebani masyarakat. Tapi mengapa mesti dengan tawuran? Mengapa mesti dengan kekerasan?
Bukankah bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang ramah tamah, bergotong-royong yang memiliki falsafah hidup yang menghargai kebhinekaan? Bukankah bangsa kita adalah bangsa yang religius, bangsa yang menjunjung tinggi sopan santun dan adat istiadat? Dimanakan semua itu sekarang? Seribu tanya bisa kita sampaikan, tetapi tidak satupun jawaban yang memuaskan, setidak-tidaknya belum ada jawaban yang memuaskan sampai saat ini.
Jangan-jangan jiwa patriotisme yang sempit yang muncul, solidaritas kampung, solidaritas warga, solidaritas kampus, solidaritas sekolah, solidaritas kelompok kecil dan bukan lagi solidaritas bangsa yang berkembang? Padahal negara ini dibangun untuk kepentingan bangsa secara keseluruhan bukan kepentingan suku, kelompok atau golongan saja.
Peranan pemerintah, para tokoh baik formal maupun informal sangatlah penting. Hubungan umaro, ulama dan umat yang baik sangatlah penting untuk terus dibina dipelihara dan ditingkatkan mutunya. Peran masing-masing perlu ditunaikan secara baik. Ketika terjadi perselisihan, orang tidak tahu lagi harus berkonsultasi kepada siapa manakala tidak ada lembaga penegak hukum yang memberikan kepastian dan keadilan, sehingga orang cenderung mengambil cara penyelesaian yang bersifat ad-hoc yang sebenarnya melanggar hukum. Tetapi kecenderungan umaro dan ulama serta tokoh masyarakat untuk tidak segera mengambil tindakan ketika api masih kecil, adalah juga kemungkinan penyebab mengapa suatu masalah cepat menjadi besar dan tidak terkendali. Dan melalui jaringan media elektronika peristiwa itu bagai menjadi yurisprudensi atau preseden untuk dijadikan pembenaran dan ditiru serta dipraktekkan di tempat lain.
Mungkin kita telah kehilangan keteladanan. Saat ini misalnya, kita kesulitan untuk mencari idola yang bisa menjadi panutan. Tapi apapun itu nampaknya menjadi sangat penting bagi kita untuk secara bersama-sama membangun karakter yang memiliki ketegasan, konsistensi dan kejujuran. Tokoh dan insan yang lebih banyak mendengar daripada ingin didengarkan yang ringan tangan dan bersifat kesatria yaitu insan yang tidak menghindari tanggung jawab. Saya kira pendiri bangsa benar ketika mengatakan bahwa yang harus kita bangun adalah Nations and characters building.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar