Pemanasan global yang berakibat pada perubahan iklim, ternyata membuka peluang baru dalam kaitannya dengan upaya mengurangi pemanasan global. Sebagaimana kita ketahui pemanasan global ini disebabkan karena banyaknya gas rumah kaca, seperti karbon, methan, dan sebagainya yang dibuang ke atmosfir akibat banyaknya pembakaran energi yang meningkat sejalan dengan pesatnya kegiatan ekonomi, terutama di negara-negara maju. Nah, hutan ternyata merupakan sumber daya alam yang terbarukan yang mampu menyerap karbon, sehingga keberadaannya diharapkan akan mampu mengurangi pemanasan global. Disinilah peran hutan sebagai penyerap dan sekaligus karbon membuka peluang baru, yaitu jual beli karbon.
Dalam hal ini, setidak-tidaknya ada dua pihak yang terlibat. Pertama, yaitu negara maju yang tingkat konsumsi energinya sudah terlanjur tinggi, dan tentunya akan mengalami kesulitan untuk mengurangi emisi karbonnya, kecuali dengan jalan menurunkan standar hidupnya. Termasuk dalam kelompok ini adalah negara-negara yang dalam Protokol Kyoto masuk dalam kelompok negara Appendix 1. Kelompok kedua, adalah negara-negara berkembang terutama di wilayah tropis yang memiliki hutan yang dapat dipertahankan sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Negara berkembang menjual kemampuan menyerap karbon dan negara maju membeli kemampuan tersebut baik dalam skim pasar karbon (carbon market) atau dana kompensasi karbon (Carbon fund).
Karbon:Barang gaib yang tak jelas penampakannya
Yang menarik disini, barang yang diperjual belikan adalah karbon, komoditi yang secara fisik tidak terjamah. Berbeda bila kita membeli kayu, getah, damar, meja, nbuah, daging beras dan seterusnya, barangnya nampak dan semua orang bisa melihatnya. Sementara karbon berupa gas yang tidak kasat mata. Tapi pembeli dan penjualnya yakin bahwa karbon yang diperdagangkan tersebut ada dan tersimpan didalam tegakan hutan. Masalahnya adalah berapa besar karbon yang tersimpan dalam tegakan hutan yang kemudian menjadi "komoditi" yang diperjual belikan. Dan jumlah karbon tersebut harus dihitung oleh para ahli. Kandungan karbon tentunya akan berbeda dari satu ke lain jenis tanaman, berbeda menurut umur tanaman, berbeda dari satu bagian ke bagian lain dari tanaman, berapa jumlah tanaman setiap jenis tersebut dalam hamparan dan seterusnya. Para ahli sedang mencari metode penghitungan yang simpel, sehingga kelak pengukurannya akan mudah dilakukan oleh semua pihak.
Bayar tapi Keri (tertinggal)
Yang membeli, tidak pernah memebawa barangnya pulang ke rumah atau kenegaranya. Tetapi membiarkan tegakan yang mengandung karbon tersebut ditempatnya. Jadi tidak ada istilah cash and carry tapi bayar dan barangnya ditinggal ditempat semula atau "keri". Lalu setiap saat pembeli merasa was-was apakah barangnya tetap ada atau hilang. Sehingga pembayaran dimuka (upfront)bisa menyebabkan penyakit gelisah karena pembeli selalu kepikiran barangnya yang gaib itu jangan-jangan hilang, karena tegakannya hilang atau memang barangnya menguap.
Sementara penjual tetap berkewajiban menjaga agar tegakannya tetap ada tidak tercuri, karena bila tegakan rusak yang berarti karbon nya menghilang, maka pembayaran atas karbon bisa menjadi berkurang atau dikurangkan dari kesepakatan awal. Akibatnya sebagian besar atau mungkin sebagian besar dana kompensasi atau uang pembayaran karbon yang diterima hanya cukup untuk menjaga tegakan atau hutan yang "dijualnya" tersebut. Tapi kurangnya pohon karena tercuri misalnya tidak selalu berarti karbon total nya berkurang, mungkin saja pertumbuhan pohon-pohon lain dalam hamparan yang sama, telah meningkatkan jumlah karbon melalui proses pertumbuhan. Tapi sebaliknya pembeli bisa mengklaim bahwa karbon total nya berkurang. Dalam hal ini tentu diperlukan pihak ketiga netral yang terpercaya yang bisa menghitung apakah barang 'gaib' yang dipermasalahkan tersebut tetap atau berkurang jumlahnya.
Harga yang disepakati bisa juga menjadi masalah ketika penjual memiliki daya tawar yang lebih rendah dari pada pembeli yang lebih menguasai permasalahan perkarbonan. Akibatnya biaya kesempatan (opportunity cost) bagi penjual karbon menjadi terlalu besar dalam arti ada kegiatan ekonomi lainnya yang jauh lebih menguntungkan dari pada menjual karbon dan menjaga hutan. Tetapi kegiatan ekonomi lain yang lebih menguntungkan dan menyehatkan. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran melalui demonstration activities mutlak perlu, kalau tidak kita tetap bak membeli kucing dalam karung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar