Rabu, 16 Februari 2011

DIVERSIFIKASI PANGAN: KOQ SUSAH BANGET SIH?

Pangan adalah kebutuhan primer kalau tidak ada pangan negara bisa celaka, seperti kata Bung Karno pada saat berpidato di IPB di tahun 1952. Pentingnya pangan juga diungkap oleh tokoh India sejaman dengan Bung Karno, yaitu presiden Jawarhal Nehru yang mengatakan: " Pertanian itu nomor satu, kebutuhan lain baru nomor dua!" Di negara maju apalagi negara berkembang, masalah pangan selalu menjadi komoditi politik yang bisa menggoyahkan penguasa kalau tidak ditangani secara tepat.

Di Indonesia pangan adalah beras, walaupun sebelumnya di beberapa daerah beras bukanlah makanan utama. Di pulau Madura orang cenderung menggunakan jagung sebagai makanan pokoknya, di Maluku dan Papua, sagu menjadi makanan pokok. Tapi makanan pokok kemudian beralih ke beras setelah pada era Presiden Suharto dimulai gerakan swa-sembada pangan yang bertumpu pada peningkatan produksi beras. Perubahan makanan pokok menjadi beras juga antara lain karena adanya kebijakan pembagian beras untuk pegawai negeri dan ABRI pada saat itu, sehingga beras menjadi begitu populer bahkan menjadi pangan yang memiliki status sosial lebih tinggi daripada jenis karbohidrat lainnya. Citra orang miskin dikaitkan pada jenis pangan pokoknya. Kalau makan singkong, ubi atau apa saja yang non-beras, orang tersebut berarti berstatus sosial ekonomi rendah alias miskin.


Ketergantungan pada beras dan gandum

Ada dua jenis karbohidrat yang saat ini mendominasi sistem pangan nasional yaitu beras dan gandum. Lihatlah hampir semua orang menyukai mie instan yang notabene berbahan baku terigu yang bukan lain berasal dari gandum. Keduanya memiliki kelemahan dari sisi pasokannya. Produksi beras sulit digenjot lagi karena dua hal. Pertama, penelitian padi unggul dalam dekade terakhir hampir tidak ada lagi yang signifikan, sementara areal persawahan semakin menciut karena konversi juga perluasan lahan sawah menjadi tidak mudah karena kebutuhan air untuk menghasilkan 1 kilogram padi yang sekitar 4500 liter menyebabkan perlunya sumber air. Jawa tanahnya yang subur terkendala oleh banyaknya bendungan, waduk untuk irigasi yang hampir mati karena pendangkalan. Sementara padi tanah kering (gogo rancah) juga tidak bisa ditanam secara masif karena keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya, seperti produktifitasnya yang rendah dan rasanya yang kurang enak. Sementara gandum adalah barang impor yang semakin lama semakin menguras devisa negara, selain pasokannya juga di luar kontrol kita.


Sumber karbohidrat melimpah

Indonesia sebenarnya disayangi sama Tuhan. Betapa tidak? Sumber karbohidrat begitu melimpah di Indonesia, ada sekitar 945 jenis tanaman sebagai sumber karbohidrat. Sebut saja sudah biasa dikonsumsi dan cukup dikenal masyarakat seperti jagung, singkong, ubi jalar, talas dan sagu. Ataupun dikenal tapi jarang dikonsumsi seperti bentul, uwi, iles-iles, porang, garut, suweg, kimpul dan seterusnya. Alam juga sepertinya mengajari kita untuk melakukan diversifikasi menurut musim. Misal ketika padi sulit ditanam dimusim kering karena perlu air, maka alam memberi kita jenis umbi-umbian seperti iles-iles. Janis umbi-umbian nini akan muncul dan tumbuh subur pada musim kering seperti banyak kita jumpai didaerah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang relatif lebih kering daripada Jawa Barat. Dan banyak lagi contoh, bagaimana alam mengingatkan kita akan perlunya diversifikasi. Alih-alih mengerti sinyal alam, kita malah semakin tergantung pada pangan impor. Beras kita sering impor dari Thailand dari Vietnam dari India dan seterusnya. Kita juga masih mengimpor jagung sebanyak 4 juta ton/tahun, gandum sekitar 6 juta ton/tahun. Kearifan lokal bahkan mampu meningkatkan produksi singkong melalui upaya pak Mukibat, kita kenal singkong mukibat yang mampu memproduksi lima kali lebih tinggi dari singkong biasa. Tapi nyatanya kita masih mengimpor tepung singkong dari Thailand yang jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun.


Lalu bagaimana dong?

Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah pangan sebenarnya sudah cukup banyak, seperti swa-sembada beras melalui program BIMAS pada sektor produksinya, maupun pada sektor petaninya melalui penguatan lembaga petani dengan pembentukan KUT dan KUD. Tapi seperti kata ekonom adanya hukum produksi yang menurun atau Law of Diminishing Return produksi padipun suatu saat akan mencapai titik jenuh. Sayangnya upaya menganeka-ragamkan pangan belum juga berhasil. Namun demikian upaya penyusunan strategi nasional pangan termasuk upaya diversifikasi pangan adalah sangat perlu, kalau tidak. seperti kata Bung Karno: "Kita bisa Celaka!'. Perlu program pangan nasional yang berjangka panjang yang dilakukan dan diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen.

Program Ketahanan Pangan perlu terus dijalankan. Beberapa aspek utama dan pendukung perlu dilakukan secara bersamaan yang pada dasarnya menyangkut masalah produksi distribusi dan konsumsinya. Dalam masalah produksi antara lain: upaya peningkatan produksi berbagai jenis produk karbohidrat yang disesuaikan dengan pewilayahan komoditi, pengadaan saprodi, penyuluhan dan pembimbingan dan permodalan. Sektor kehutanan yang memiliki kawasan hutan negara, sebagaimana sudah dilakukan di pulau Jawa melalui model tumpang sari dan kegiatan wanatani dapat lebih ditingkatkan. Dengan keterbatasan lahan sawah di Jawa, kawasan hutan dapat berkontribusi sangat signifikan dalam upaya pemerintah untuk melakukan diversifiksi pangan.

Dalam aspek distribusi yang perlu diperhatikan adalah fasilitasi perdagangan dan pemasaran termasuk harga yang memberi insentif, transportasi, penyimpanan, kualitas dan sebagainya.Peran Bulog dalam stabilisasi supply dan sekaligus stabilisasi harga bisa dimanfaatkan, antara lain melalui pemanfaatan fasilitas yang dimilikinya seperti untuk penyimpanan produk karbohidrat berupa beras buatan sebagai stock yang harus selalu tersedia.

Aspek konsumsi yang nampaknya perlu digarap adalah pembentukan permintaan atau pasar domestik sangat penting. Kegiatan yang perlu dilakukan antara lain: 1). Penyuluhan mengenai pangan alternatif; 2). Penganekaragaman melalui pengembangan berjenis-jenis tepung sebagai substitusi tepung beras dan tepung gandum; 3). pembuatan beras artifisial dengan proses fortified atau pengayaan dengan menambah vitamin. Sementara bentuk butiran berasnya pun dapat diatur apa seperti long grain atau short grain. Demikian pula rasa bisa dibuat apakah mau mirip rasa beras Cianjur atau Rojolele. Rekayasa teknologi ini diperlukan untuk mengatasi hambatan psikologi yang menganggap bahwa karbohidrat yang berasal dari bahan non-beras dan gandum adalah inferior; 4). Menggalakkan gerakan nasional penganekaragaman pangan. Untuk itu teladan dari para pejabat, tokoh masyarakat dalam menganeka-ragamkan pangan akan lebih memudahkan adopsi beras buatan atau sumber karbohidrat selain beras dan gandum. Perubahan makan siang di kantor-kantor, pusat pendidikan pelatihan atau ransum tentara dan seterusnya. Komitmen tokoh masyarakat dan pejabat untuk mengkonsumsi selain beras akan berdampak nyata terhadap perubahan pola konsumsi karbohidrat; 5). Melibatkan sektor industri terutama untuk memproduksi tepung, beras buatan dan sebagainya serta industri yang menggunakan tepung sebagai bahan baku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar