Minggu, 16 Oktober 2011
MENGURANGI EMISI KARBON:PASAR DALAM NEGERI
Pemanasan global adalah sesuatu yang nyata dan orang dimanapun bisa merasakan perubahan yang diakibatkan olehnya. Pemanasan global menyebabkan meningkatnya suhu udara rata-rata di sekeliling kita. Pemanasan itu terjadi karena semakin banyaknya gas rumah kaca (GRK) yang dibuang ke atmosfir sebagai zat buangan dari sebuah proses pembangunan terutama dari proses konsumsi energi. Fenomena ini sudah menjadi kekawatiran global dan bahkan banyak dibahas di forum global khususnya pada konvesi para pihak dalam kerangka the United Nations Convention on Climate Change (UNCCC). Kegiatan mitigasi perubahan iklim lebih banyak menjadi pusat perhatian dan nampaknya lebih maju daripada pembahasan tentang kegiatan adaptasi. Dalam hal pembagian kewajiban mitigasi, maka negara maju diminta untuk mengurangi konsumsi energinya, sementara negara berkembang diminta untuk menurunkan emisi karbon melalui pengurangan kegiatan deforestasi dan kegiatan yang menyebabkan hutan terdegradasi (REDD).
----------------------------------------------------------------------------------------------
MITIGASI IKLIM
----------------------------------------------------------------------------------------------
Indonesia sudah mendeklarasikan akan menurunkan emisi karbon nya sebesar 26% dengan kemampuan sendiri atau 41% dengan bantuan negara maju, pada tahun 2020. Berbagai kebijakan untuk menurunkan karbon sudah dicanangkan melalui berbagai kegiatan seperti melakukan konservasi, penambah hutan tanaman dalam berbagai bentuk seperti Hutan Tanaman Industri (HTI), HutanTanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa dan Hutan Adat. Melakukan gerakan menanam pohon, antara lain Tanam 1 milyar pohon untuk dunia (OBIT), Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM), Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) dan seterusnnya. Dalam mengatasi emisi karbon tersebut, Indonesia juga melakukan kerjasama dengan beberapa negara seperti Jerman, Inggris, AS, Jepang dan Korea. Terakhir juga mengadakan kerjasama dengan pihak Norwegia dimana negara tersebut menjajnikan memberi Indonesia 1 milyar dolar AS dalam bentuk Letter of Intent (LoI).
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam kaitannya dengan upaya mitigasi melalui reduksi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan tersebut, Indonesia melakukannya secara bertahap. Sekarang kita berada pada fase pilot proyek yg kita kenal dengan Demonstration Activity (DA). Tahap ini diperlukan mengingat masalah karbon adalah masalah baru bagi kita, dengan DA ini kita dapat belajar bagaimana menghitung karbon, bagaimana kelembagaannya termasuk pembagian tanggung jawab, dan bagaimana mendistribuskan benefit bila pada akhirnya kita mendapatkan kompensasi dari kegiatan memelihara hutan tersebut. Bagaimana mekanisasi verifikasi jumlah karbon sehingga tidak akan ada perselisihan dikemudian hari.
----------------------------------------------------------------------------------------------
ETIKA DALAM MASALAH KARBON
---------------------------------------------------------------------------------------------
Mengurangi emisi karbon dalam rangka mengatasi pemanasan global adalah tanggung jawab semua negara, baik negara majumaupuj negara berkembang. Negara maju harus menurunkan emisi karbon melalui pengurangan penggunaan energi yang berarti mengurangi pembangunannya, sementara negara berkembang yang masih ketinggalan pembangunannya terpaksa harus mengurangi niatnya membangun agar tingkat emisi karbonnya tidak meningkat. Artinya negara berkembang yang tertinggal tingkat pembangunannya harus menurunkan animo menggunakan sumberdaya alamnya demi tingkat emisi karbon yang rendah. Sementara itu jargon seperti "low carbon economic development path" masih belum jelas bentuknya walaupun peluangnya mungkin tetap ada.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Kecenderungan lain yang muncul adalah pengalihan kewajiban negara maju dengan mengkompensasi negara berkembang untuktidak memanfaatkan sumberdaya alamnya. Walaupun tidak sepenuhnya salah, akan tetapi ini tidak harus secara otomatis menghilangkan kewajiban negara maju untuk secara bersama-sama dengan negara berkembang menurunkan emisi karbonnya. Pembicaraan soal perubahan iklim pada forum UNCCC saat ini terus berputar-putar disekitar REDD dan REDD+ plus dan tidak membicarakan kewajiban negara maju. Hutan menjadi satu-satunya obat mujarab, bahkan negara maju cenderung menawarkan atau memaksakan upaya moratorium pemanfaatan hutan, seperti juga yang terjadi di dalam perjanjian antara Indonesia dengan Norwegia.
--------------------------------------------------------------------------------------------
PAYMENT TO ENVIRONMENT SERVICES (PES) DAN PASAR DALAM NEGERI
--------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam kaitannya dengan penurunan emisi karbon, saat ini telah muncul pasar karbon. Banyak pemegang konsesi HPH maupun HTI yang tertarik untuk berjualan karbon sebagai adisionalitas dari pengelolaan hutan secara baik. Bahkan animo mengembangkan konsesi restorasi ekosistem (RE) saat ini meningkat harapannya yang memperoleh dana karbon sampai masanya mereka diijinkan untuk melakukan ekstraksi. Pembeli prospektif diluar negeri nampaknya akan banyak, dan itu bisa berasal baik organisasi pemerintah, swasta maupun dari perusahaan dan pabrik yang mengeluarkan pencemar. Arinya terbuka pasar karbon internasional.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Sementara itu kita pun melihat adanya mekanisme pembayanan pada jasa lingkungah atau PES yang telah dikembangkan di berbagai negara termasuk Indonesia. Salah satu PES di Indonesia yang berjalan baik adalah PES di Sungai Wain, Balikpapan, dimana pengusaha pengguna air membayar kompensasi pada manajemen Sungai Wain untuk kemudian dipakai sebagai biaya mengamankan dan memelihara lingkungan Sungai Wain sebagai daerah tangkapan air.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Kegiatan pertambangan baik tambang umum maupun minyak dan gas bumi pada dasarnya memberikan dampak lingkungan, khususnya dalam kaitannya dengan emisi karbon. Meskipun perusahaan tambang ini sudah membayar pajak, tetapi belum memperhitungkan kerusakan lingkungan dalam pembayaran pajak tersebut. Dengan demikian, perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia pada dasarnya dapat menjadi pasar karbon di dalam negeri. Ada beberapa keuntungan untuk berjualan karbon di dalam negeri. Pertama, kesan industri ekstraktif ini hanya menimbulkan kerugian lingkungan bisa berkurang. Kedua, mekanisme yang bersifat volunter akan mendorong rasa tanggung jawab dari semua pihak. Ketiga, menghindari masalah melanggar kedaulatan nasional dan keempat, semua pihak bisa belajar bersama dan bersepakat bersama tentang besaran karbon yang harus dibayar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar