Rabu, 29 Desember 2010

STRATEGI DIPLOMASI KEHUTANAN INDONESIA: peluang kerjasama dengan negara-negara Pasific

Indonesia adalah negara berhutan ke tiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Republik Demokrasi Congo (dulu Zaire) dilihat dari luas maupun kekayaan keragaman hayati yang sering disebut salah satu negara Megabiodiversity. Pengalaman pengelolaan hutan tertama hutan tanaman di Jawa telah berlangsung ratusan tahun sejak zaman kolonial Belanda. Pengalaman pengelolaan hutan alam di luar Jawa melalui sistem HPH walaupun tidak seluruhnya berhasil, juga menunjukkan adanya modal pengetahuan (knowledge capital) yang luar biasa. Kita kenal sistem tebang jalur pada hutan alam yang dikembangkan oleh rimbawan yang mengelola areal HPH Saribumi Kusuma di Kalimantan Barat telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, karena ternyata kita bisa mengelola hutan alam tropis dengan baik. Saat ini program yang sering disebut dengan Silin (Sistem Silvikultur Intensif) tersebut sudah dikembangkan di beberapa HPH lainnya.

Pengetahuan teknis praktis mulai dari perbenihan, penanaman, pemeliharaan, penebangan, pengolahan hasil hutan juga merupakan modal pengetahuan yang saat ini menjadi salah satu kurikulum penting di sekolah kehutanan baik tingkat menengah maupun perguruan tinggi. Pengetahuan praktis semacam ini juga disebarluaskan melalui program pendidikan dan latihan yang sifatnya vocational dan jangka pendek. Demikian pula pengetahuan tentang penyuluhan yang efektif dalam melibatkan masyarakat merupakan pengetahuan praktis yang telah terakumulasi dalam jangka waktu yang panjang. Akumulasi pengetahuan praktis ini sesungguhnya merupakan modal yang dapat dijual dalam rangka kerjasama antar bangsa dan negara terutama diantara negara selatan.

Indonesia dengan kekayaan hutan tropisnya dan permasalahan sosial ekonominya yang rumit dan menantang banyak menarik minat luar negeri untuk ikut berkecimpung membantu kegiatan pengelolaan sumber daya hutan di Indonesia. Bagi negara maju, Indonesia menjadi wahana untuk melakukan penelitian dan praktek dan tempat kerja bagi tenaga mudanya yang kelak menjadi ahli-ahli kehutanan. Untuk itulah kerja sama bilateral dengan negara maju banyak dilakukan. Pada sisi yang lain, Indonesia dengan banyak pengetahuan praktis dan applicable serta murah juga merupakan daya tarik yang bisa dikapitalisasikan untuk membangun kerja sama dengan negara-negara selatan misalnya dengan negara-negara kepulauan di wilayah Pacific.

Saat ini Kementerian Kehutanan melakukan kerjasama dengan Timor Leste dengan mengundang tenaga kehutanan mereka untuk dididik selama satu bulan di Indonesia tentang pengetahuan praktis kehutanan. Kerjasama tersebut merupakan buah hasil sinergi antara Kementerian Kehutanan dalam hal ini Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan (Pusdiklat) dengan Dirjen Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia. Berdasarkan umpan balik dari peserta, mereka merasa bahwa pelatihan di Indonesia sangat bermanfaat dan langsung bisa diterapkan di negaranya, dibandingkan apabila mereka dididik atau ikut pelatihan dinegara-negara maju. Oleh karena itu mereka lebih berminat untuk mengikuti berbagai pelatihan di Indonesia. Dan pandangan serupa juga kami temui saat kami berbicara denganwarga PNG yang pernah mendapat beasiswa dari pemerintah Indonesia untuk mengikuti latihan di Bandung dan Jogyakarta.

Dengan latar belakang seperti itu tentunya upaya memanfaatkan modal pengetahuan kehutanan tersebut dalam menunjang diplomasi internasional menjadi sangat relevan dan strategis. Apalagi kita pun telah menjadi penggagas terbentuknya forum negara-negara pemelik hutan tropis atau yang biasa kita kenal dengan Forest Eleven Countries(F-11). Salah satu sasaran kerjasama yang bisa kita garap adalah negara-negara pulau di lautan Pacific seperti PNG, Fiji, Palau, Vanuatu, Tonga, Marshall islands, Samoa, Palau, St. Lucia, Barbados dan Kiribati. Selain itu juga kerjasama dengan negara Asean seperti Kamboja, Vietnam, Myanmar perlu pula dijajagi.


Beberapa hal positif yang dapat kita peroleh dari kerjasama dengan negara-negara tersebut antara lain:
1. Memperkuat kemampuan negara-negara tersebut khususnya dalam pengelolaan hutan yang akan bermanfaat dalam mengatasi perubahan iklim.
2. Memberi kesempatan pada pakar Indonesia untuk mengembangkan ilmunya dan memberi pengalaman internasional yang akan bermanfaat ketika berminat untuk berkecimpung dalam organisasi internasional yang sampai saat ini Indonesia masih tergolong under represented.
3. Memberi peluang pertukaran pakar antara negara-negara selatan khususnya negara-negara di wilayah Pacific.
4. Membangun kesetiakawanan global yang akan banyak membantu posisi Indonesia dalam negosiasi internasional. Kita mengerti sekecil apapun suatu negara, dalam forum PBB memiliki satu suara sama seperti negara-negara besar dan negara-negara kaya.
5. Ikut menyebarluaskan penggunaan bahasa Indonesia, mengingat bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana, mudah dipelajari dan cukup efektif untuk berkomunikasi baik untuk komunikasi informal maupun komunikasi formal termasuk komunikasi ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar