Senin, 27 Desember 2010

MENDENGAR DAN MENGKAPITALISASI IDE DARI BAWAH

Bagi rimbawan, Pulau Jawa merupakan contoh pengelolaan hutan yang telah dipraktekkan sejak lama. Belanda lah yang memulai pengelolaan hutan jati di Jawa yang kemudian terus berlangsung sampai saat ini. Banyak orang berkesan bahwa pengelolaan hutan di Jawa tidak semakin maju malah justru mengalami kemunduran. Saat ini kawasan hutan di pulau Jawa pengelolaannya dipercayakan kepada BUMN yaitu Perum Perhutani berdasarkan PP No. 30 yang diperbaharui dengan PP No. 72 Tahun 2010.

Tegakan jati sebagai andalah utama perusahaan milik negara, saat ini memiliki struktur yang timpang dimana umur muda lebih mendominasi kelas perusahaan jati. Kalau pada tahun 1960an, masih ada daur jati yang sampai 100 tahun. Pada saat ini rata-rata daur hanya mencapai 40 sampai 60 tahun saja. Dari struktur tegakan yang ada kita bisa memperkirakan bahwa sulit menjadikan jati sebagai produk unggulan, karena memerlukan pembenahan. Dan jangka benahnya pun akan memerlukan waktu yang lama.

Dari kondisi tersebut tentu harus ada rencana alternatif yang tetap memungkinkan perusahaan memelihara arus kas nya dan memperoleh keuntungan dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Upaya mendongkrak komoditi selain kayu, yaitu komoditi non kayu dan jasa lingkungan bukanlah hal yang baru dipikirkan sekarang, tetapi sudah cukup lama menjadi wacana dikalangan internal perusahaan. Hasil hutan bukan kayu yang menonjol saat ini adalah produk gondorukem dan terpentin. Namun demikian keberhasilannya belum nyata, karena pendapatan perusahaan masih tetap didominasi oleh kayu jati dan produk olahannya.

Dari pembicaraan di lapangan ternyata banyak ide yang cemerlang yang bisa mendorong upaya memacu komoditi non kayu untuk secara bertahap mengurangi dominasi jati. Masalahnya banyak ide tersebut mengendap lalu perlahan-lahan menguap karena tidak tersalurkan. Sementara pegawai setingkat kepala wilayah atau administratur dan juga general manager lebih bersikap sebagai pelaksana dari semua kebijakan dari atas. Dan ini semuanya nampaknya memang by design dan diwarnai pula oleh kultur Perhutani yang masih lebih berorientasi atas-bawah daripada sebaliknya. Tanpa dibangunnya mekanisme pengambilan keputusan yang memungkinkan ide dari bawah didiskusikan, perusahaan akan kehilangan peluang memperoleh pikiran bernas yang mungkin bisa muncul dalam mencari terobosan-terobosan untuk mendongkrak penerimaan dari produk non-kayu dan non-jati. Keyakinan ini didasarkan pada beberapa kesempatan berdiskusi dengan teman-teman di lapangan yang ternyata memiliki energi, semangat dan ide yang sering tidak terkapitalisasi karena terjebak dalam struktur (structural trapped) yang notabene kita bangun sendiri.

Bilamana mekanisme tersebut terbangun, selain produktivitas SDM akan semakin meningkat karena hal tersebut juga akan merupakan insentif non-tangible bagi para pekerja pemikir, akan tetapi juga akan meningkatkan rasa memiliki "ownership", sehingga semua jajaran akan bekerja dengan sungguh-sungguh karena keberhasilan perusahaan merupakan hasil kerja bersama yang juga akan berdampak positif pada setiap SDM perusahaan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar