Saya yakin semua paham maksudnya apa itu anak emas, yaitu anak yang paling disayang dan diperhatikan sama guru. Saking disayangnya seringkali menimbulkan kecemburuan dan kejengkelan murid-murid lainnya. Malah kadang-kadang sering menjadi bulan-bulanan anak lain, apalagi kalau anak emas diperlakukan sangat istimewa. Ketika sekolah dulu sayapun tidak terlalu menyukai ide anak emas tersebut, karena pada pikiran saya seharusnya guru memperlakukan murid-muridnya sama dan tidak pilih kasih. Sayapun berpikir, kenapa sih guru koq diskriminatif? Bukankan semua murid harus jadi tanggung jawabnya? Semua harus mendapat perhatian yang sama.
Ada ceritera seorang guru ideal, beliau sudah almarhum ketika itu mengajar dan menjadi kepala sekolah di Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) di Komplek Kebon Sereh, Gunung Batu Bogor. Beliau adalah pak Djioen. Yang istimewa dari beliau adalah mengenal semua murid-muridnya dengan baik, kenal nama, kenal angkatannya dan kenal perilakunya. Konon, menurut teman-teman lulusan SKMA, kalau beliau ke daerah ketemu mantan murid-muridnya beliau akan menyapa mantan murid-muridnya dengan memanggil namanya dan angkatannya. Guru pada umumnya hanya mengenal dan memiliki ingata yang kuat terhadap dua kategori mrid, yaitu murid yang pintar dan mrid yang nakal. Murid yang tidak masuk dalam kedua kalompok itu umumnya tidak diingat, karena tidak terlalu istimewa untuk ditaruh difile otak kecil yang kapasitasnya relatif terbatas juga.
Nah, ternyata pandangan saya berubah ketika pada saat mahasiswa sayapun ikut mengajar di SMA Leuwiliang dan Madrasah Aliyah Darut Tafsir, Cinangneng Bogor(kalau tidak salah ingat) atau menjadi asisten dosen di Instutut Pertanian Bogor (IPB). Juga ketika setelah lulus S3, ikut mengajar di IPB, Universitas Nusa Bangsa (UNB) selain menjadi dosen pembimbing S1, S2 dan S3. Ingat betul ketika mengajar dan menguji, ada rasa bangga dan bahagia ketika murid bisa menguasai apa yang diberikan dan juga timbul rasa kesal, kadang-kadang-kadang jengkel kalau ada murid yang sama sekali tidak memahami konten pelajaran. Jangan-jangan gurunya yang bodoh karena kagak bisa atau gak menguasai cara mengajar. Maklum karena tidak mengikuti pendidikan khusus mengenai teknik mengajar.
Yang jelas pengalaman mengajar tersebut telah membuka mata dan membuka hati dan kemudian memahami kenapa seorang guru kemudian menganak emaskan muridnya. Karena ia bisa dijadikan ukuran keberhasilan, ketika seorang guru bersyukur bahwa ada juga anak yang bisa saya buat pandai. Kalau semua murid pandai dan baik, selalu saja ada yang paling menonjol. Oleh karena itu anak emas menjadi fenomena yang wajar saja sepanjang ukurannya adalah kepandaian mengunyah substansi pelajaran. Salam (Boen)
Memang namanya guru, harus di gugu dan ditiru. Terutama kepribadian/ mental yang baik seorang guru. Murid muridnyapun tentunya akan selalu memberkas untuk mengenang/selalu mengingat guru yang memiliki predikat baik. Selain itu guru akan diingat juga oleh muridnya karena terkenal galak atau pernah memberi hukuman. Namun, guru akan lebih hebat bila mengenal nama, perilaku anak didiknya.
BalasHapusvertex island