Ketika berkesempatan ke Washington DC, saya kunjungi beberapa museum dan gedung pemerintah yang umumnya berarsitektur klasik model jaman renaisans. Yang menarik adalah banyaknya kata-kata mutiara dan peribahasa yang diukirkan pada bangunan maupun lantainya. Peribahasa dan kata-kata mutiara banyak terpampang disana. Mulai dari Abraham Lincoln, George Washington, James Watt, bahkan kata-kata mutiara dari Socrates, Galileo, dan seterusnya. Juga kata-kata dari JF Kennedy yang sangat terkenal terpampang di dinding. Semua sangat menggugah. Barangkali itu cara mereka menghargai pahlawan sekaligus memotivasi generasi mudanya.
Di Indonesia, kata-kata penyemangat seperti semboyan banyak dijumpai di pabrik-pabrik yang juga sekaligus sebagai nilai atau semangat yang dikembangkan di perusahaan atau pabrik-pabrik tersebut dan seringkali juga merupakan pedoman tentang apa yang harus karyawan lakukan. Misalnya, kalau ada masalah harus LAPOR, KAJI, PUTUSKAN cara penyelesaiannya. Tapi di Indonesia belumlah merupakan kelaziman dibangunan pemerintah atau institusi lain untuk mengukir peribahasa, kata-kata mutiara dan semboyan pada dinding bangunan lembaga tersebut.
Dalam era globalisasi dimana orang harus cenderung mengekspresikan jati dirinya, harus pamer tanpa bermaksud menyombongkan diri. Kalau tidak, mitra kita menganggap kita tidak tahu apa-apa. Sifat rendah hati perlu diinterpretasikan secara berbeda, ia bukan berarti harus tidak menonjolkan diri karena takut dianggap sombong, tetapi harus proporsional. Seorang ahli manajemen misalnya ya harus sering tampil sehingga semua orang tahu nahwa ia memang ahli, demikian juga untuk keahlian-keahlian lain.
Nah, disinilah saya lihat perlunya peribahasa diberi jiwa baru yang lebih sesuai dengan perkembangan jaman, teknologi dan kadang-kadang juga tata nilai. Misal, Habis Manis Sepah dibuang seringkali dikonotasikan negatif, karena bisa diartikan melupakan kawan lama yang sudah tidak berpotensi karena ada yang lebih moncer. Padahal secara ilmiah, peribahasa itu bisa diartikan sebagai Wajar. Lha wong sudah jadi sepah yang dibuang saja to?. Hanya saja dengan teknologi, limbah bisa di daur ulang.
Atau peribahasa ilmu padi, Makin Berisi Makin Merunduk. Artinya tong berisi tidak berbunyi atau kalau tong yang kosong malah nyaring bunyinya. Saat ini orang berilmu justru harus banyak tampil, menyebarluaskan ilmunya tanpa harus merasa menyombongkan diri. Barangkali, bukan ilmu padi tapi ilmu jagung yang harus dikembangkan. Makin berisi Makin mendongak dan berkilat. Dan banyak peribahasa yang lainnya. Intinya bagaimana kita membangun semangat dan memotivasi melalui peribahasam kata-kata mutiara dan semboyan. Itu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar