Dalam organisasi industri kita sering dengar istilah integrasi vertikal. Yang dimaksud dengan integrasi vertikal disini adalah penggabungan kegiatan secara vertikal, misalnya unit penghasil bahan baku digabungkan dengan unit pengolahan bahan baku. Integrasi vertikal yang asli(Real Vertical Integration) terjadi kalau dua kegiatan tersebut berada dalam satu perusahaan. Sedangkan yang integrasi vertikal yang semu (Pseudo Vertical Integration) adalah bila kegiatannya tersebut tidak berada dalam satu manajemen perusahaan tapi mungkin berdasarkan kontrak jangka panjang atau bisa juga dengan gentlemen agreement karena dibawah suatu kendali organisasi yang bersifat kartel.
Dalam setiap bentuk integrasi vertikal di kehutanan keluhannya selalu sama yaitu sektor bahan baku merasa selalu dikorbankan, karena tidak pernah memiliki posisi tawar yang cukup baik sehingga harga yang diterima penghasil bahan baku relatif rendah. Seringkali timbul pemeo bahwa bisnis menanam kayu tidaklah menguntungkan. Fenomena saat ini menunjukkan bahwa pemeo tersebut adalah keliru besar dan menyesatkan. Lihatlah berkembangnya hutan rakyat di Jawa yang bereaksi positif terhadap sinyal pasar, kayu jenis cepat tumbuh seperti sengon dan jabon banyak ditanam orang bahkan tanaman jati berumur 5 tahun pun sudah memiliki pasar yang menjanjikan.
Ada upaya perbaikan yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kinerja integrasi vertikal tersebut. Tentunya berbeda berbeda antara integrasi yang asli dan yang palsu. Untuk integrasi yang asli, yaitu integrasi dalam suatu induk perusahaan, seringkali sektor bahan baku dalam posisi keuangan yang sering selalu merugi. Karena industrinya lah yang dijadikan tumpuan yaitu sebagai sektor yang profitable. Dalam hal ini penggunaan pendapatan sebagai ukuran kinerja sektor bahan baku menjadi sangat merugikan. Oleh karena itu, ukuran kinerjanya perlu dirubah menjadi keberhasilan mencapai target produksi lestari tertentu dengan kualitas bahan baku tertentu pula dan bukan ukuran untung rugi.
Sementara untuk yang integrasi vertikalnya semu, maka sektor bahan baku perlu memperoleh harga pasar yang memberi insentif untuk tetap bertahan dalam industri bahan baku. Biasanya karena pasarnya monopsonistis, maka sektor bahan baku terpaksa menerima berapapun harga yang dipasang oleh sektor pengolahnya. Kemampuan negosiasi sangat penting, terutama sektor bahan baku yang telah melakukan kontrak jangka panjang. Tapi pada kurun waktu yang panjang (long-terms), upaya membuka pasar alternatif untuk melempar bahan bakunya akan mampu menaikkan harga dan posisi tawar sektor bahan baku. Dan ini adalah peta jalan yang tepat untuk sektor penghasil bahan baku agar dapat bertahan di bisnis bahan baku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar